BAB
I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Sejalan dengan tuntutan demokrasi
guna memenuhi rasa keadilan masyarakat di daerah, memperluas serta meningkatkan
semangat dan kapasitas partisipasi daerah dalam kehidupan nasional; serta untuk
memperkuat Negara Kesatuan Republik Indonesia, maka dalam rangka pembaharuan
konstitusi, MPR RI membentuk sebuah lembaga perwakilan baru, yakni Dewan
Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI). Pembentukan DPD RI ini dilakukan
melalui perubahan ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 (UUD 1945) pada bulan November 2001.
Sejak perubahan itu, maka sistem
perwakilan dan parlemen di Indonesia berubah dari sistem unikameral menjadi
sistem bikameral. Perubahan tersebut tidak terjadi seketika, tetapi melalui
tahap pembahasan yang cukup panjang baik di masyarakat maupun di MPR RI,
khususnya di Panitia Ad Hoc I. Proses perubahan di MPR RI selain memperhatikan
tuntutan politik dan pandangan-pandangan yang berkembang bersama reformasi,
juga melibatkan pembahasan yang bersifat akademis, dengan mempelajari sistem
pemerintahan yang berlaku di negara-negara lain khususnya di negara yang
menganut paham demokrasi.
Dalam proses pembahasan tersebut,
berkembang kuat pandangan tentang perlu adanya lembaga yang dapat mewakili
kepentingan-kepentingan daerah, serta untuk menjaga keseimbangan antar daerah
dan antara pusat dengan daerah, secara adil dan serasi. Gagasan dasar
pembentukan DPD RI adalah keinginan untuk lebih mengakomodasi aspirasi daerah
dan sekaligus memberi peran yang lebih besar kepada daerah dalam proses
pengambilan keputusan politik untuk hal-hal terutama yang berkaitan
langsung dengan kepentingan daerah. Keinginan tersebut berangkat dari indikasi
yang nyata bahwa pengambilan keputusan yang bersifat sentralistik pada
masa lalu ternyata telah mengakibatkan ketimpangan dan rasa ketidakadilan, dan
diantaranya juga memberi indikasi ancaman keutuhan wilayah negara dan persatuan
nasional. Keberadaan unsur Utusan Daerah dalam keanggotaan MPR RI selama ini
(sebelum dilakukan perubahan terhadap Undang-Undang Dasar 1945) dianggap tidak
memadai untuk menjawab tantangan-tantangan tersebut.
1.2
Rumusan Masalah
1.2.1 Sejarah terbentuknya DPD
1.2.2 Kinerja DPD
1.2.3 Keanggotaan
1.2.2 Kinerja DPD
1.2.3 Keanggotaan
1.2.4 Tugas,Fungsi,dan Kewenangan
1.2.5 Hubungan dengan Daerah
1.2.5 Hubungan dengan Daerah
1.2.6
Dinamika Yang terjadi
1.3
Tujuan
Makalah
1.3.1 Bahan diskusi
pada mata kuliah Legislatif
Indonesia.
1.3.2 Bahan informasi
dan telaah yang berguna bagi pengembangan pengetahuan dan wawasan tentang
Sejarah Terbentuknya dan Kinerja DPD.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Terbentuknya DPD
Dewan Perwakilan Daerah (DPD) lahir
pada tanggal 1 Oktober 2004, ketika 128 anggota DPD yang terpilih untuk pertama
kalinya dilantik dan diambil sumpahnya. Pada awal pembentukannya, masih banyak
tantangan yang dihadapi oleh DPD. Tantangan tersebut mulai dari wewenangnya
yang dianggap jauh dari memadai untuk menjadi kamar kedua yang efektif dalam
sebuah parlemen bikameral, sampai dengan persoalan kelembagaannya yang juga
jauh dari memadai. Tantangan-tantangan tersebut timbul terutama karena tidak
banyak dukungan politik yang diberikan kepada lembaga baru
ini.
Keberadaan lembaga seperti DPD, yang
mewakili daerah di parlemen nasional, sesungguhnya sudah terpikirkan dan dapat
dilacak sejak sebelum masa kemerdekaan. Gagsan tersebut dikemukakan oleh Moh.
Yamin dalam rapat perumusan UUD 1945 oleh Badan Penyelidik Usaha-usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
Gagasan-gagasan akan pentingnya
keberadaan perwakilan daerah di parlemen, pada awalnya diakomodasi dalam
konstitusi pertama Indonesia, UUD 1945, dengan konsep “utusan daerah” di dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), yang bersanding dengan “utusan golongan” dan
anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Hal tersebut diatur dalam Pasal 2 UUD 1945, yang menyatakan bahwa “MPR terdiri
atas anggota DPR ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan
golongan-golongan, menurut aturan yang ditetapkan dengan undang-undang.”
Pengaturan yang longgar dalam UUD 1945 tersebut kemudian diatur lebih lanjut
dalam berbagai peraturan perundang-undangan.
Dalam periode konstitusi berikutnya,
UUD Republik Indonesia Serikat (RIS), gagasan tersebut diwujudkan dalam bentuk
Senat Republik Indonesia Serikat yang mewakili negara bagian dan bekerja
bersisian dengan DPR-RIS.
2.2 Kinerja DPD
2.2.1
Keanggotaan
Ketentuan mengenai keanggoataan DPD terkait dengan system pemilihjan umum legislative. Dalam pasal 22C dan 22E perubahan ketiga UUD 1945 di sebutkan bahwa anggota DPD dipilih melalui pemilihan umum yang mana jumlahnya sama di semua provinsi di mana tidak boleh lebih dari sepertiga jumlah anggota DPR. Hal ini di perjelas dalam pasal 33 ayat (1) UU No.22/2003 bahwa jumlah anggota DPD seebanyak empat orang di masing-masing provinsi sehingga total secara keseluruhan anggota DPD sebanyak 128 orang.
Ketentuan mengenai keanggoataan DPD terkait dengan system pemilihjan umum legislative. Dalam pasal 22C dan 22E perubahan ketiga UUD 1945 di sebutkan bahwa anggota DPD dipilih melalui pemilihan umum yang mana jumlahnya sama di semua provinsi di mana tidak boleh lebih dari sepertiga jumlah anggota DPR. Hal ini di perjelas dalam pasal 33 ayat (1) UU No.22/2003 bahwa jumlah anggota DPD seebanyak empat orang di masing-masing provinsi sehingga total secara keseluruhan anggota DPD sebanyak 128 orang.
Sama halnya
dengan anggota DPR, keanggotaan DPD juga memiliki masa kerja lima tahun dan
berakhir pada saat anggota baru
mengucapkan sumpah/janji.
Sebagai
anggota DPD ada beberapa hak yang dapat dipenuhi seperti hak menyampaikan usul
dan pendapat, memilih dan dipilih,
membela diri,imunitas, protokoler, keungan dan adsministratif.(Pasal 49 juncto Pasal 101 UU No.22/2003 dan pasal
14 tatib DPD). Sementara kewajiban anggota DPD yang paling penting adalah harus
mampu menyerap, menghimpun, dan melanjuti aspirasi masyarakat dan daerah.
(Pasal 50 UU No.22/2003 dan Pasal 51 Tatib DPD)
2.2.2 Fungsi, Tugas & Wewenang
Sesuai
dengan konstitusi, format representasi DPD-RI dibagi menjadi fungsi legislasi,
pertimbangan dan pengawasan pada bidang-bidang terkait sebagaimana berikut ini;
a)
Fungsi Legislasi
Tugas dan wewenang:
o
Dapat
mengajukan rancangan undang-undang (RUU) kepada DPR
o
Ikut
membahas RUU
Bidang
Terkait: Otonomi daerah; Hubungan pusat dan daerah; Pembentukan, pemekaran, dan
penggabungan daerah; Pengelolaan sumberdaya alam dan sumberdaya ekonomi
lainnya; Perimbangan keuangan pusat dan daerah
b)
Fungsi Pertimbangan
o
Memberikan
pertimbangan kepada DPR
c)
Fungsi Pengawasan
Tugas dan wewenang:
o
Dapat
melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang dan menyampaikan hasil
pengawasannya kepada DPR sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti.
o
Menerima
hasil pemeriksaan keuangan negara yang dilakukan BPK
Bidang
Terkait : Otonomi daerah; Hubungan pusat dan daerah: Pembentukan dan pemekaran, serta
penggabungan daerah,
Pengelolaan sumberdaya alam serta sumberdaya ekonomi lainnya; Perimbangan
keuangan pusat dan daerah, Pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN)seperti Pajak, pendidikan, dan agama.
2.2.3 Hubungan dengan Daerah
Dalam
menjalankan tugasnya setiap anggota DPD memiliki kewajiban dalam rangka
menyerap berbagai aspirasi masyarakat. Selain bertugas di ibu kota Negara,
dalam tata tertib DPD pasal 39 ayat (5) huruf c, pasal 64 ayat (3) dan (5),
serta pasal 126-127 disebutkan berbagai aktifitas DPD.
Adalah sebuah
keharusan bagi anggota DPD dalam berhubungan dengan daerah, terutama dengan
para konstituen. (Dewan Perwakilan Daerah: 2007, 60) Persoalannya kemudian
adalah bagaimana mekanisme dan prosedur yang terbangun dalam organisasi DPD
yang memungkinkan interaksi tersebut berlangsung secara intensif dengan pora
konstituennya. Maka dari itu, anggota DPD dituntut untuk lebih aktif dalam
menyerap, menampung dan menyalurkan aspirasi konstituen dan masyarakat daerah
yang bersangkutan. Tidak hanya itu saja, membangun konsisten yang sadar dan
aktif bahwa ada lembaga tersendiri yang dapat menyalurkan aspirasi daerahnya
secara langsung
2.2.4 Dinamika Yang terjadi
Tidak lama
setelah dilantik, DPD menghadapi salah satu persoalan hokum yang mewnyangkut
tugas dan wewenangnya dalam pemilihan anggota BPK. Hal ini bisa terjadi
manakala presiden megawati soekarnoputri menetapkan pimpinan dan anggota BPK
melalui keputusan Presiden No. 185 Tahun 2004 setelah anggota DPD dilantik.
Artinya, kewenangan
DPD untuk memberi pertimbangan terhadap anggota DPD dilantik. Artinya
kewenangan DPD untuk memberi pertimbangan terhadap anggota BPK sudah mulai
berlaku sebelum kepres itu diterbitkan.
Dalam hubungan
kerja kelembagaan, terutama dalam fungsi legislasi, ketidakjelasan serta
keterbatasan DPDdalam membahas sebuah RUU menjadi masalah tersendiri. Maka yang
terjadi
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sebagai usaha untuk melancarkan
pelaksanaan tugas dan wewenang yang dimilikinya, DPD dilengkapi dengan delapan
unit kerja yang disebut sebagai “alat kelengkapan”. Alat kelengkapan tersebut
diatur dalam Undang-undang No. 27 tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan
Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (UU No. 27/2009), serta diatur lebih lanjut dalam Peraturan DPD
RI No. 01/DPD-RI/I/2009-2010 tentang Tata Tertib (Tatib) DPD.
DPD memiliki
hak dan kewajiban diantaranya:
HAK
a.
Menyampaikan
usul dan pendapat
b.
Memilih
dan dipilih
c.
Membela
diri
d.
Imunitas
e.
Protokoler
dan
f.
Protokoler
dan
Kewajiban :
a.
Mengamalkan
Pancasila
b.
Melaksanakan
Undang-Undang Dasar Negara Republik IndonesiaTahun 1945 dan menaati segala
peraturan perundang-undangan
c.
Melaksanakan
kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan
d.
Mempertahankan
dan memelihara kerukunan nasional dan keutuhan negara kesatuan Republik Indonesia
e.
Memperhatikan
upaya peningkatan kesejahteraan rakyat
f.
Menyerap,
menghimpun, menampung dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat dan daerah
g.
Mendahulukan
kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan
h.
Memberikan
pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada pemilih dan daerah
pemilihannya.
i.
Menaati
kode etik dan Peraturan Tata Tertib DPD dan
j.
Menjaga
etika dan norma adat daerah yang diwakilinya.
3.2 Saran.
Melalui DPD ini
diharapkan hubungan dengan otonomi daerah dan pusat dan daerah,pembentukan,dan
pemekaran serta penggabungan daerah ,pengelolaan sumber daya alam,dan sumber
daya ekonomi lainnya,serta yang berkaitan dengan perimbangan keungan pusat dan
daerah bisa berjalan dengan baik.
0 komentar:
Posting Komentar